IDTODAY.CO – Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, tengah jadi pembicaraan di tengah masyarakat khususnya pemerhati politik.

Ketika berbicara dalam webinar DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) bertema “Pandemik Cobid-19 Di Mata Aktivis Lintas Generasi, Sudut Pandang Kini dan Mendatang” yang digelar pekan lalu (Selasa, 16/6), Masinton meminta agar pemerintahan yang ada saat ini tidak bertindak lebih parah dibandingkan Perusahaan Dagang Hindia Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang pernah menguasai Indonesia di masa lalu.

Baca Juga:  Peringatan Keras Gatot Nurmantyo, Kondisi Indonesia Saat Ini Lebih Bahaya daripada Era VOC

Pernyataan Masinton itu diapresiasi kalangan aktivis. Masinton dipuji sebagai politisi yang berani memperjuangan kebenaran meskipun berada di gerbong pemerintah.

Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, misalnya, mengatakan pernyataan Masinton itu adalah otokritik dari sosok aktivis tulen.

“Masinton benar, rezim sekarang lebih parah dari VOC Belanda,” ujar Syahganda.

Kritik Masinton terlihat begitu tajam. Namun harus diakui, sambungnya, praktek ekonomi Jokowi yang neoliberal dan selalu mengobral utang sudah mencekam arah kehidupan berbangsa.

Baca Juga:  PDIP Soal Pemeriksaan Cak Imin: Lucu, Kasus Sudah Lama Jelang Pemilu Baru Dibuka

“Ini terutama karena “supir” recovery ekonomi Indonesia saat pandemik ini dilakukan Sri Mulyani, seorang Neolib tulen. Bahkan, Sri Mulyani pernah gagal dalam memprediksi talangan stimulus Bank Century pada tahun 2008 lalu. Di mana Sri Mulyani menduga awalnya kebutuhan bailout Bank Century hanya Rp 600 miliar namun membengkak menjadi Rp 6,7 triliun,” ujar Syahganda dalam dialog dengan redaksi Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu.

Menurut Syahganda, kritik keras Masinton itu dapat dijadikan Jokowi sebagai isyarat penting agar Jokowi benar-benar memilih kelompok Marhaenis dan meninggalkan kelompok neoliberal dalam merumuskan kebijakan ekonominya saat ini.

“Apalagi krisis ini berskala sangat besar, yang hanya mampu dijawab oleh kelompok progresif revolusioner. Bukan teknokratik neolib,” demikian Syahganda.

Sumber: rmol

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan