Gubernur Jabar Usul Pelaksanaan Pilkada Diundur Hingga 2021, Ini Kata Pengamat

GUBERNUR Jawa Barat Ridwan Kamil.* /Dok. HUMAS PEMPROV JABAR (Foto: Pikiran-rakyat.com)

IDTODAY.CO – Sebanyak 8 kabupaten di Jawa Barat rencana akan digelar pemilihan kepala daerah pada Desember mendatang. Rencana itu mendapat respon dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Orang nomor Wahid di Jabar ini mengusulkan agar pelaksana pemilu diundur menjadi tahun 2021. Usulan ini, kemudian dinilai pengamat ada sisi baik dan buruk.

“Ada baik buruknya antara dua pilihan tersebut,” kata Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung Muradi via sambungan telepon, Sabtu (13/6). Seperti dikutip dari detik.com (13/06/2020).

Baca Juga:  Warga Satu Kampung Di Bogor Dinyatakan ODP, Pasca 7 Hari Menggelar Tahlilan

Menurutnya,  apabila pemilihan kepala daerah di undur maka KPU sebagai penyelenggara Pilkada bisa lebih bernafas sedikit.

 “Karena ada tiga hal, pertama soal pendanaan, karena kan pilkada dananya dari APBD dan subsidi dari pemerintah pusat untuk pelaksanaan 9 Desember. Tapi, sampai saat ini juga belum kelihatan betul apa yang menjadi subsidi dari pemerintah pusat, karena kan pendaaan saat ini hampir diberikan untuk COVID-19,” katanya.

Kedua, terkait dengan pelaksanaan yang sifatnya teknis. Di mana saat pandemi seperti ini, model, pola, sosialisasi, kampanye pasti berbeda.

Baca Juga:  Airlangga: Pilkada 2020 Tanpa Mahar Langkah Awal Golkar Menangkan Pemilu

“Ini cost-nya pasti tinggi dan efeknya adalah partisipasinya rendah, karena orang akan berpikir beberapa kali untuk datang ke TPS agar tidak terpapar,” jelasnya.

Ketiga, kualitas hasil pemilu yang menjadi sesuatu bagian paling penting. “Ini ada empat hal yang dilihat, pertama tingkat partisipasi, kedua pelaksanaan pemilunya, tiga tingkat dukungan dan keempat bagaimana pertanggungjawaban secara politik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muradi, mengatakan, apabila pelaksanaannya tidak di undur maka akan diuji betul agar pelaksanaan dengan melakukan protokol kesehatan yang sangat ketat.

“Misalnya, salah satu skenario menggunakan voting dengan sekali pakai untuk menghindari kontak. Itukan mahal lagi, biaya lagi. Kemudian, perubahan jumlah pemilih di masing-masing TPS, itu kan akan mengubah skema pendanaan dan sebagainya. Dan yang saya khawatir interaksi antara pemilih dan yang dipilih akan minim karena orang masih khawatir dengan pandemi COVID-19,” katanya.

“Jadi memang ada baik dan buruknya,” tambahnya.[Aks]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan