Para Buruh Kecam PKWT, Ini Alasannya

Ilustrasi/Foto: Hasan Alhabsy

IDTODAY POLITIK – Aturan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dikecam buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Sekarang, buruh bisa dikontrak hingga maksimal 5 tahun. Mereka bisa dikontrak berkali-kali dalam jangka waktu tersebut.

PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Mengutip PP35/2021, pasal 5 menerangkan PKWT berdasarkan jangka waktu dibuat untuk pekerjaan tertentu yaitu:a. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pekerjaan yang bersifat musiman. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Baca Juga: Kapolsek Wanita Termuda dan Cantik Ini Bakalan Kamu Kepoin, Simak Yuk Beritanya!

Baca Juga:  Jokowi Ubah Formula Upah Buruh Ada yang Tahu Belum? Kalau Belum, Berikut Ini Formula Upah Buruh Baru

Berikut ini Alasan mereka yang dilansir dari detik.com:

1. Tak Ada Harapan Jadi Karyawan Tetap

Pihaknya mengecam aturan tersebut karena buruh bisa dikontrak hingga 5 tahun tanpa adanya kepastian diangkat sebagai karyawan tetap.

“Harapan untuk diangkat sebagai karyawan tetap pasti hilang, kenapa? Karena kontrak dia bisa berulang-ulang tanpa batas waktu periode,” kata Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi detikcom, kemarin Minggu (28/2/2021).

Dijelaskannya, jika tidak ada periode kontrak, hanya batas waktu kontrak maka akan terjadi kontrak yang berulang-ulang.

“Misal dikontrak 2 minggu ya bisa dipecat, dikontrak lagi sebulan dipecat, dikontrak lagi setahun, bisa saja terjadi dalam 5 tahun periode kontraknya ratusan kali,” sebutnya.

2. Buruh Dihantui Pemutusan Kontrak

Secara psikologis, menurutnya aturan tersebut bisa membuat buruh merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan. Akibatnya produktivitas akan turun sehingga yang rugi perusahaannya juga.

“Itu produktivitas pasti menurun. Sebenarnya rugi perusahaan itu. PP Nomor 35 ini merugikan pengusaha juga sebenarnya kalau dipikirkan secara baik-baik, sebagai perusahaan yang modern ya. Kalau perusahaan abal-abal tentu senang ya karena (bisa) kontrak pecat-kontrak pecat,” jelas Iqbal.

3. Terancam Tak Dapat Jaminan Ketenagakerjaan

Said Iqbal berpendapat bahwa artinya buruh bisa dikontrak hanya beberapa minggu atau bulan saja. Konsekwensinya, mereka bisa kehilangan hak mendapatkan jaminan ketenagakerjaan, termasuk jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

Baca Juga: Fenomenal, Bocah 8 Tahun Jadi Miliarder Lo

“Nah, dengan dikontrak pendek, tidak mungkin lah perusahaan memberikan semacam JKP yang dijanjikan dalam Undang-undang Cipta Kerja atau PP Nomor 37. Mana mau perusahaan mengontrak berulang-ulang menyiapkan JKP,” kata dia.

Baca Juga:  Ada Aksi Buruh, Sejumlah Jalanan Ibukota Akan Ditutup

Sebab, salah satu syarat mendapatkan JKP minimal buruh yang bekerja pada usaha besar dan usaha menengah harus diikutsertakan pada program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM, atau pekerja/buruh yang bekerja pada usaha mikro dan usaha kecil, diikutsertakan sekurang kurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM.

Selain itu, manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi pemutusan hubungan kerja atau pengakhiran hubungan kerja.

Baca Juga: Tata Cara Klaim Token Listrik Gratis

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan