IDTODAY.CO – Sekitar akhir Juni atau awal Juli akan ada 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China akan kembali menyerbu Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui juru bicaranya, Jodi Mahardi.

Menurutnya, Kedatangan mereka dalam rangka mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi RKEF dari China.

kata Jodi, Teknologi RKEF bisa membangun secara ekonomis, cepat, dan memiliki standar lingkungan yang baik, juga penghasil produk hilirisasi nikel yang bisa bersaing di pasar internasional.

Namun demikian, rencana kehadiran 500 TKA China itu disebut-sebut seolah menggeser pekerja Indonesia.

“Kenapa butuh TKA dimaksud? Karena mereka bagian dari tim konstruksi yang akan mempercepat pembangunan smelter dimaksud. Setelah smelter tersebut jadi, maka TKA tersebut akan kembali ke negara masing-masing. Pada saat operasi, mayoritas tenaga kerja berasal dari lokal,” ungkap Jodi Mahardi dalam keterangan tertulis di Jakarta, sebagaimanamana dikutip dari Fajar.co.id  (29/5).

Jodi kemudian mencontohkan Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, yang saat ini mayoritas sudah beroperasi secara penuh, mempekerjakan 39.500 tenaga kerja lokal dan 5.500 TKA.

“Jadi jumlah TKA kira-kira 12 persen dari total pekerja, saya yakin jika proses pembangunan smelter yang baru sudah selesai jumlahnya pun akan turun,” urai Jodi.

Sementara di Weda Bay, jumlah tenaga kerja mencapai 8.900 orang, dengan rincian sebanyak 7.700 tenaga kerja lokal dan 1.200 orang TKA. dan  saat ini sebagian besar masih dalam fase konstruksi.

Sedangkan di Kawasan industri Virtue Dragon di Konawe, Sulawesi Tenggara, memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 11.790 orang dengan komposisi 11.084 tenaga kerja Indonesia dan 706 TKA China.

“Jadi kalau nambah 500 TKA untuk mempercepat progres konstruksi agar cepat beroperasi sehingga tenaga kerja lokal bisa lebih banyak diserap, apakah hal itu suatu yang salah? Jadi TKA yang datang ini bukan malah mengambil pekerjaan dari tenaga kerja lokal, tapi justru untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja lokal, karena ketika sudah mulai beroperasi, tenaga kerja lokal akan mayoritas,” tuturnya.

Jodi menuturkan, penciptaan lapangan kerja adalah prioritas utama dari pemerintah. Ia meminta agar hal itu tidak dibalik dengan informasi yang menyesatkan.

Jodi mengklaim, apa yang dijalankan pemerintah sekarang adalah implementasi secara konsisten dari semangat Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor mineral mentah yang dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya.

“Pemerintah sekarang yang mengeksekusi. Hasilnya, selain penyerapan tenaga kerja lokal seperti yang sudah saya jelaskan, adalah devisa ekspor. Pada 2014, ekspor besi baja sebagai produk hilirisasi nikel ini hanya 1,1 miliar dolar AS, di 2019 angkanya melonjak menjadi 7,2 miliar dolar AS,” ucapnya.

Nikel dinilai jadi salah satu peluang untuk mentransformasi ekonomi karena Indonesia memiliki cadangan nikel paling besar di dunia, dan mineral tersebut juga digunakan secara luas di industri.

Selain untuk stainless steel, nikel juga merupakan bahan utama dari lithium baterai yang merupakan komponen utama dari mobil listrik dan hampir seluruh peralatan elektronik yang memerlukan baterai.

Baca Juga:  Luhut Akan Kirim 'Mata-mata' Pantau Prokes di Area Publik

“Yang kita butuhkan adalah investasi hilirisasi di sektor ini. Inilah yang saat ini sedang kita dorong. Mulai 2014, investasi di sektor hilirisasi nikel untuk stainless steel mulai mengalir, seiring dengan dilarangnya ekspor bijih nikel,” tegasnya.

Jodi menegaskan, pemerintah sedang mengupayakan hilirisasi bahan material untuk lithium baterei membutuhkan SDM yang harus disiapkan sejak dini.

Jodi mengatakan, tahun ini akan ada pengiriman 500 orang mahasiswa dengan target 3.000 orang sampai dengan 2024 untuk program S-1, S-2, S-3 dan program kejuruan. Pengiriman tersebut akan dilakukan pasca normalisasi restriksi akibat pandemic COVID-19.

“Nantinya lebih banyak sumber daya manusia akan mendapatkan pelatihan kejuruan atau melanjutkan pendidikan tinggi dan mendapatkan transfer of knowledge dan transfer of technology yang akan bermanfaat bagi Indonesia untuk leap frog dalam pengembangan industri ke depan,” kata Jodi.[Brz]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan