IDTODAY.CO – Nilai tukar rupiah semakin menurun. Kepanikan yang terjadi di pasar menyebabkan dolar AS semakin mengganas.

Hal ini disebabkan kepanikan pasar yang disebabkan oleh  semakin meluasnya wabah virus Corona di Indonesia.

Apa saja yang harus diperhatikan oleh pemerintah dari penguatan dolar AS ini?

Utang Luar Negeri

Penguatan dolar AS terhadap rupiah harus menjadi perhatian pemerintah dan harus waspada terhadap lonjakan hutang luar negeri. Khususnya utang luar negeri yang jatuh temponya kurang 1 tahun atau jangka pendek.

Baca Juga:  Menuju Rp 16.000/US$, Airlangga: Bukan Rupiah Melemah, Tapi Dolar AS yang Menguat

“Ini pastinya banyak perusahaan swasta yang tidak melakukan hedging, sehingga jika ada selisih kurs seperti ini efeknya cukup bisa dirasakan, beban ULN nya semakin meningkat,” kata Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara. Sebagaimana dikutip dari Detik.com (22/03/2020).

Beberapa perusahaan swasta juga berpotensi mengajukan restrukturisasi bunga utang atau cicilan pokok. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi default atau gagal bayar utang luar negeri swasta.

Di samping itu ruang fiskal akan semakin sempit, sementara beban untuk biaya bunganya akan menggeser pos belanja lainnya.

Tidak hanya itu, utang luar negeri pemerintah juga kondisinya akan membengkak.

“Pembengkakan ini yang akan menanggung adalah rakyat, karena adanya pelebaran defisit anggaran penerimaan pajak rendah, rasio pajak di bawah 10%, sementara ULN semakin naik,” terang Bhima.

Supaya Rupiah Kuat.

Bhima Yudhistira Adhinegara Peneliti INDEF menjelaskan bahwa kepanikan investor bisa mereda asalkan penanganan virus corona sudah semakin baik.

Baca Juga:  Perekonomian Anjlok, Aktivis: Rizal Ramli Saatnya Pimpin Indonesia

“Kondisi yang bisa membuat nilai rupiah menguat lagi ini tergantung pada penanganan virus corona. Jangan seperti sekarang, komunikasi maju mundur, kemudian pusat dan daerah juga belum clear, ini cukup mempengaruhi,” kata Bhima. Sebagaimana di kutip dari detikfinance (22/03/2020).

Di samping itu, nilai tukar rupiah tergantung pada daya beli masyarakat yang cukup kuat menghadapi virus corona dan resesi ekonomi secara global. Ini artinya pemerintah jangan lagi memperlambat proses stimulus untuk mempertahankan daya beli masyarakat. (detik/aksy)

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan