IDTODAY.CO – Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyoroti permintaan Djoko Tjandra untuk mengikuti sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara daring melalui teleconference. Permintaan tersebut disampaikan Joko Chandra dengan alasan kondisi kesehatannya tidak mendukung.

Namun demikian, Agustinus Pohan mengatakan bahwa permintaan tersebut akan sulit terkabul karena peraturan yang dikeluarkan MA bahwa pelarian tidak akan mendapatkan pelayanan daring.

Baca Juga:  Terkait Polemik Buron Joko Chandra, Mahfud MD: Perlu Kesadaran Kolektif Untuk Basmi Limbah Mafia Hukum

“Sudah jelas, tidak ada pelayanan daring bagi mereka yang melarikan diri dari hukum. Kasus Djoko sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi yang bersangkutan melarikan diri dari hukum,” kata Pohan, sebagaimana dikutip dari Beritasatu.com, Senin (20/7/2020)

Agustinus menilai permintaan sidang daring tersebut karena ketidaktahuan dari kuasa hukum Djoko Tjandra. “Permintaan sidang daring saya rasa karena ketidaktahuan Djoko Tjandra terkait hal tersebut,” urainya.

Baca Juga:  Brigjen Prasetijo Utomo yang Menerbitkan Surat Jalan Djoko Tjandra. Diproses Pidana, Bakal Dijerat 2 Pasal Ini

Lebih lanjut, Agustinus mengatakan bahwa Djoko Tjandra merupakan seorang yang diistimewakan oleh negara-negara tempat pelariannya. Karena itu pula, jago Chandra sulit ditangkap oleh pihak kepolisian Indonesia.

“Ekstradisi seorang buronan sangat tergantung dari kesediaan negara yang bersangkutan. Djoko sepertinya dianggap sosok yang istimewa dan ada kepentingan ekonomi di sana,” urainya.

Agustinus mengatakan, perjanjian ekstradisi antar negara tidak menjadi jaminan bahwa buronan yang kabur ke luar negeri bisa segera tertangkap. Pasalnya ada batasan kewenangan an dan hukum antara satu negara dengan lainnya.

“Tidak bisa aparat penegak hukum kita langsung bisa menangkap di negara lain, walaupun ada perjanjian ekstradisi,” pungkasnya.[beritasatu/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan