Singgung Presiden Jokowi, Ubedillah Badrun: Masyarakat Bukan Mudik, Tapi Mengungsi

Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedillah Badrun memberikan keterangan kepada wartawan, Ahad (19/5). (Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama)

IDTODAY.CO – Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun menyoroti pernyataan presiden Jokowi terkait larangan mudik bagi daerah yang memberlakukan PSBB dan perbedaan istilah antara mudik dan pulang kampung sebagai suatu kealpaan yang bisa menimbulkan dampak yang kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah.

“Jokowi membuat perbedaan makna baru dari mudik dan pulang kampung. Jadi yang pulang kampung sekarang boleh berduyun-duyun menuju kampung tidak apa-apa menurut Jokowi. Jokowi lupa ada aturan larangan tersebut,” ucap Arief poyuono sebagaimana dikutip dari Rmol.id (24/4).

Baca Juga:  Jokowi Minta Jalankan Darurat Sipil, Lantas Apa Konsekuensi Dan Pertimbangannya?

Kekeliruan presiden Jokowi dalam memberikan makna, dipandang Ubedillah sebagai akibat dari pandangan fisik semata dari presiden terhadap pergerakan warga dari kota ke kampung. tanpa memperhatikan lebih jauh dampak negatif penerapan virus akibat pergerakan tersebut.

Untuk saat ini, Ia lebih condong menilai masyarakat yang pulang kampung sebagai pengungsi bukan lagi sebagai pemudik.

“Itu sesungguhnya memiliki makna mengungsi. Mereka menjadi pengungsi di daerah. Mengapa? Sebab di antara karakteristik pengungsi adalah tidak memiliki cukup keuangan dan makanan untuk bisa bertahan hidup, di kampung juga lama-lama sumber bantuannya dari sesama warga di kampung juga akan habis,” tegas analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Baca Juga:  Bukan Pusat, Jokowi Sebut Kunci Pengendalian Virus Corona Ada di Tingkat RT/RW

Selanjutnya, Ubedillah Badrun menjelaskan ciri para pengungsi adalah ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan.

“Sementara pekerjaan di kampung tidak ada. Praktis mereka hanya akan bergantung kepada bantuan. Kebergantungan tinggi kepada bantuan adalah ciri warga pengungsi,” sambung Ubedilah.

Alhasil, berdasarkan tersebut, saat ini masyarakat bukan lagi mudik tapi fenomena pengungsian besar-besaran seluruh Indonesia.

“Jadi sesungguhnya saat ini sedang terjadi pengungsian besar-besaran di seluruh Indonesia. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh dunia. Problemnya, di Indonesia tampak lebih parah karena kemungkinan daya tahannya hanya maksimal dua atau tiga bulan saja,” tandas Ubedilah.[Brz]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan