OLEH : FARIDAH JAFAR

Di tengah merebaknya Corona Virus Disiase 19 atau disingkat covid – 19. Penyebaran virus ini ditularkan dari manusia ke manusia. Untuk mengantisipasi penyebaran covid – 19. KemenkumHAM Yasonna Laoly membebaskan para tahanan secara besar – besaran. Dengan alasan lapas kelebihan kapasitas dan Rutan di Indonesia yang terlalu padat jumlahnya, serta napi dan anak yang keluar dan dibebaskan lebih dari 30.000 orang. Jika tertular akan membahayakan semuanya. Hal ini dilakukan berdasarkan  Permenkumham no.10 tahun 2020 dan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang pengeluaran dan pembebasan Narapidana dan Anak.

Program asimilasi dan integrasi dari Kemenkum HAM,  melepas ribuan napi yang dibebaskan. Mendapatkan sorotan di tengah masyarakat. Yang mana narapidana  dibebaskan dikhawatirkan melakukan aksinya kembali dan berbuat kejahatan kriminal. Sebab, jumlah napi yang di bebaskan terbukti di berbagai daerah kembali di tangkap. Karena menyebarkan kejahatan dan aksi vandalisme. Ditangkapnya lima pemuda pada tanggal, 18 April 2020. Menurut Direktorat  Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS ) mewajibkan para napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah. Namun hal itu tidak memberi pengaruh bagi napi untuk mentaatinya.

Menurut Kapolda Metro Jaya Inspektur Jendral Nana Sudjana mengatakan, bahwa aksi anarki vandalisme yang dilakukan  berisikan provokasi untuk melawan pemerintah. Serta membuat keonaran dan provokasi dengan ajakan  membakar dan menjarah, antara lain ” Kill the Rich “, ” mati konyol atau melawan” dan ” sudah krisis, saatnya membakar. Seruan provokasi yang  dilakukan berasal dari sikap mereka yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Maka sebagai bentuk kekecewaan, mereka melakukan aksi vandalisme serta berupaya memanfaatkan situasi. Dimana masyarakat sedang resah dengan adanya pandemi ini. (Tempo.co )

Baca Juga:  Pembentukan Lembaga Pengawas Medsos Kominfo Berpotensi Mematikan Demokrasi Menuju Negara Komunis

Namun, dengan adanya langkah pembebasan napi dianggap tidak tepat, banyak terdapat  kejanggalan, jika narapidana yang dibebaskan dengan alasan virus covid ini. Program asimilasi yang di gelontorkan oleh menkumHAM nyatanya berbayar dan memiliki tiket keluar bagi para tahanan, dan harga tiket yang ditawarkan begitu fantastis, menurut salah seorang napi dirinya sempat dimintai uang berkisar lima juta rupiah oleh oknum yang bertugas, agar dapat tiket asimilasi. ” kalau enggak bayar, enggak bakal keluar. ( Makassar, Tribunnews.com, 15/04/2020)

Hingga saat ini  pemerintah tidak mampu menyiapkan sejumlah perangkat  regulasi, untuk mengeliminasi dampak kebijakan dari oknum maupun pelaku, hingga kini tidak ada kabar yang menyatakan bahwa ada napi yang terindikasi positif corona. Jelas langkah ini tidak sejalan dengan fakta yang ada. Di balik gagasan pembebasan napi ada kepentingan diatas kegentingan terkait kondisi lapas. Yang mana para koruptor bersama kroni – kroninya pun dibebaskan.

Sangat miris, itulah situasi dan kondisi saat ini. Disaat masyarakat butuh penjagaan agar tidak tertularnya covid. Di sisi lain masyarakat harus menjaga hartanya agar tidak terjadi perampokan dan pencurian. Penjara tidak menjadikan efek jera bagi para pelakunya, malah menjadi ajang uji coba. Serta keterampilan yang di dapat dalam penjara, tidak memberikan efek bagi kehidupannya. Dengan  pemahaman edukasi Islam yang minim, dan sistem sekuler demokrasi yang mana agama harus dipisahkan dari kehidupan. Dibebaskannya para napi  tidak membuat mereka takut untuk mengulangi perbuatannya. Untuk itu menjadi bukti bahwa saat ini pemerintah gagal dalam membina narapidana dan  residivis dalam Lembaga Pertahanan (LP), serta ketidakmampuan  memberikan rasa aman yang menjadi kebutuhan pada masyarakat. mendapatkan rasa aman dan nyaman yang seharusnya di dapatkan oleh semua secara cuma-cuma. Namun rasa aman disistem demokrasi kapitalis sulit didapatkan. Ketika rasa aman telah tergadaikan dengan uang. Serta hukum yang ada dapat dipermainkan.

Lihatlah sistem ini yang sedang mempertontonkan kegagalan dalam mengurusi negara saat ini. Serta pengurusan negara bukan orang yang tepat dibidangnya. Kebobrokan terlihat dikala penguasa hanya  sebagai regulator para pemilik modal. Pada saat terjadinya wabah malah mengambil keputusan cepat namun kurang tepat. Nyatanya asimilasi yang di berikan kepada para napi, malah membuat ketidaknyamanan terhadap masyarakat.

Rasa aman bisa didapatkan jika kebahagiaan dan ketenangan dirasakan oleh semua masyarakat namun rasa aman sulit didapatkan yang mana masyarakat memikirkan kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi, sedangkan dalam pemenuhan banyak kesulitan – kesulitan yang didapatkan seperti pekerjaan. Apalagi bagi para narapidana dengan statusnya. Inilah yang menjadi bukti kegagalan pembinaan  napi di Lembaga Pertahanan ( LP ) bukan memberikan edukasi dan pemahaman agar tidak melakukan nya lagi.  Dan negara tidak mampu memberikan  rasa aman terhadap jaminan masyarakat (publik).

Baca Juga:  Pemuda, Generasi Perubahan bukan Baperan bin Rebahan!

Islam memandang

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna,  didalam Islam  manusia terjamin ketaatan dan kebaikan. Islam membuat sanksi tegas dan mengikat bagi pelaku kejahatan. Bagi pelanggar hukum, dikenakan sanksi tegas.

Hukum Islam bertujuan mengadili kriminalitas. Islam ditegakkan kepada siapa saja  tanpa pandang bulu. Dan penjara adalah tempat menjatuhkan sanksi menjatuhkan hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan.

Penjara harus memberikan rasa cemas dan takut bagi orang yang dipenjara. Serta menghukum para pelaku tidak peduli apakah dia miskin, atau kaya, pejabat, politikus, aparat penegak hukum, masyarakat, semua diperlakukan sama tidak ada yang di istimewakan. Serta hukum yang tidak dapat dibeli dan dipermainkan (sogokan). Ini artinya sanksi atau sistem hukum Islam tegas, serta berperan sebagai zawajir (pencegah ). Setiap sanksi yang dijatuhkan oleh seorang qodhi atau hakim berfungsi sebagai zawajir atau penebus dosa bagi para pelaku kejahatan. Dan negara berhasil mendidik ketakwaan bagi warga negaranya. Sampai – sampai rasa takutnya kepada Allah jauh lebih tinggi dari pada rasa takutnya akan kematian. Wallahu a’lam bishshowab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan