Oleh: Muhammad Iqbal Fauzi
Mahasiswa Manajemen Pendidikan S2 UNNES

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang begitu serius dalam berbagai sektor tidak terkecuali sektor pendidikan. Dalam pengelolaan pendidikan, indonesia membutuhkan cara yang baru baik itu dalam menghadapi pandemi maupun pasca pandemi. Dengan adanya pandemi jangan sampat hak-hak peserta didik dalam mendapatkan pendidikan yang baik dan memadai terhalang. Kurikulum baru yang relevan sangat dibutuhkan dalam menyongsong situasi kenormalan baru (new normal).

Setelah pandemi berlalu, sekedar menormalkan praksis sekolah tidaklah cukup. Yang diperlukan adalah adanya transformasi, yaitu desain besar untuk mengubah sistem pendidikan secara mendasar. Kurikulum 2013 yang begitu padat tidak mungkin lagi kita terapkan selama masa pandemi ini. Ini tantangan kita semua. Apalagi dalam menerapkan pembelajaran jarak jauh atau daring ini, baku mutu pendidikan, standar pendidikan, tidak ada yang seragam. Kualitas pendidikan pun akhirnya dipertanyakan.

Jika ini diserahkan kepada kreativitas masing-masing guru dan sekolah. Sudah pasti akan terjadi kesenjangan antara guru, dan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, atau satu kota dengan kota lainnya, atau satu provinsi dengan provinsi lainnya. Yang notabene memang tidak dipersiapkan untuk hal tersebut. sehingga pemerataan dalam hal kualitas pendidikan tidak dapat terlaksana.

Efektivitas Pembelajaran Daring

Pandemi Covid-19 membawa dampak luar biasa pada sektor pendidikan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan tidak mengakomodasi situasi ini. Apalagi terjadi perbedaan yang mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu daerah dengan daerah lain. Pada saat yang sama, hanya sedikit guru yang siap melakukan pembelajaran online secara mandiri. Alih-alih pembelajaran berbasis jaringan, justru yang terjadi malah membebani peserta didik dengan tugas yang bertumpuk. Tetapi, tetap harus diakui, kesadaran para pendidik untuk memulai pembelajaran melalui daring, patut diapresiasi.

Baca Juga:  Kebijakan PSBB Setengah Hati, Lagi Pengabaian Keselamatan Rakyat

 Kepemilikan siswa terhadap perangkat komunikasi juga terbatas. Kuota internet yang tidak murah, pun dengan akses jaringan di beberapa wilayah belum memadai. Belum lagi orang tua yang belum terbiasa dengan pembelajaran online. Hal ini menjadi problem tersendiri yang mengakibatkan praktek pembelajaran ini dirasa belum efektif

Momentum di Masa Pandemi

Masa pandemi ini adalah momentum untuk kita melakukan hal-hal besar dan mendasar. Untuk mencegah penularan virus, sementara ini para peserta didik harus mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun, penggunaan masker dan penerapan social maupun physical distancing, seraya melakukan berbagai upaya praktis agar pendidikan berjalan normal. Hal ini bukan berarti sebagai upaya untuk menaikan angka partisipasi sekolah seperti yang kini banyak dilakukan. Tetapi, melakukan perubahan menyeluruh dan mendasar dalam kurikulum sekolah, baik terkait dengan kontennya maupun perubahan model terhadap sistem pembelajarannya.

Baca Juga:  Hari Perempuan Sedunia, Menistakan Kaum Perempuan

Sistem pembelajaran tidak bisa kembali ke suasana seperti sebelum pandemi, yaitu kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka atau offline terutama selama vaksin belum ditemukan. Maka dari itu, sudah saatnya sektor pendidikan menggunakan cara baru dalam proses pembelajaran. Jika biasanya belajar di kelas dilakukan selama 6-8 jam, sekarang tidak bias lagi karena jika masih menggunakan ketentuan itu maka siswa harus berbagi ruangan kelas. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa lagi mengharuskan 24 jam mengajar bagi guru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus melakukan penyesuaian untuk menyelaraskan sistem pembelajaran dengan kenormalan baru tersebut. Evaluasi atas proses pembelajaran daring yang telah terlaksana juga harus dilakukan. Terlebih ketika pembelajaran model ini akan digunakan lagi dalam kenormalan baru nanti. Sehingga dapat meminimalisir kendala dan problem yang ada.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan