Ngeri, Utang Negeri Melambung Tinggi!

Kurs Rupiah Melamah Hingga 15.000 Per Dolar AS. Foto: Investing.com

Oleh: Ulul Ilmi, S.Pd.

Penyebaran Covid-19 kembali melahirkan satu kebijakan yang luar biasa. Membuat masyarakat terpana seakan tak percaya. Yakni kebijakan hutang dengan mencetak surat utang berupa obligasi Globalbond yang jumlahnya begitu fantastis. Bahkan kebijakan ini, menorehkan tinta menambah ‘prestasi’ bagi Negara. Yakni Indonesia menjadi Negara Asia pertama yang menjual Obligasi Global Rp69 T saat pandemi. Ini merupakan surat utang yang memiliki nilai dan tenor surat utang global berdenominasi dolar AS terbesar dan terlama sepanjang sejarah Indonesia.

Di beritakan di katadata.co.id (07/04/2020), bahwa surat utang tersebut dirilis pagi hari ini (7/4). “Kita akan menjadi negara pertama di Asia yang meluncurkan sovereign bond sejak pandemi Corona terjadi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi video di Jakarta, Selasa (7/4). Penerbitan surat itu bertujuan menjaga pembiayaan anggaran. “Sekaligus ini untuk menambah cadangan devisa Bank Indonesia (BI),” kata Sri Mulyani.

Surat utang tersebut terdiri dari tiga seri yakni RI1030, RI1050, dan RI0470. Rinciannya, RI1030 bertenor 10,5 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 Oktober 2030. Nilainya US$ 1,65 miliar, dengan imbal hasil (yield) yang ditawarkan 3,9%.

Lalu, RI1050 memiliki tenor 30,5 tahun dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Nilai surat utang seri ini US$ 1,65 miliar, dengan yield 4,25%.

Yang menarik lagi, RI0470 merupakan seri baru surat utang global yang diterbitkan pemerintah. Tenornya bahkan yang terpanjang yang pernah dilakukan pemerintah, yakni 50 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 April 2070. Nilainya mencapai US$ 1 miliar, dengan yield 4,5%.

Baca Juga:  Islam Solusi Tuntas Tangani Kriminalitas Kala Pandemi

Surat utang tersebut akan disttlement pada April 2020 dan penerbitannya secara elektronik. Begitu juga road show untuk bertemu para calon investor dilakukan secara online.

Untuk kesekian kalinya pemerintah mengambi langkah hutang Luar Negeri untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan keuangan Negara. Seolah sudah tidak ada jalan lain selain utang. Sehingga untuk menyelesaikan pandemi ini pun solusinya adalah hutang. Padahal hutang itu sendiri pelunasannya nanti pasti akan ditanggung oleh generasi yang akan datang.

Memang, dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, pendapatan Negara terbesar diperoleh dari dua pos yakni pajak dan hutang. Sehingga ketika ada persoalan terkait pengelolaan keuangan negara, solusi praktisnya adalah menaikkan pajak atau hutang. Wah…wah…waah, bagaimana negara bisa maju, kalau perekonomiannya ditopang dengan hutang, hutang, dan hutang. Logikanya, ketika hutang belum lunas, kemudian hutang lagi, hutang lagi begitu seterusnya. Bahkan hutang dengan jumlah yang cukup besar. Kapan bisa kelar dari jeratan hutang. Yang ada adalah justru berkutat dalam kubangan hutang. Sempatkah berfikir, apakah generasi yang akan datang bisa membayar hutang negara? faktanya selama ini yang terbayarkan adalah bunganya. Sementara hutang pokoknya tetap, bahkan terus bertambah. Keadaan ini seharusnya bisa melahirkan pemikiran yang cerdas dan cemerlang. Adakah sistem perekonomian yang menopang tanpa hutang dan pajak?

Baca Juga:  Maklumi ASN Berperilaku LGBT, Bukti Sekularisme Biang Penyakit

Islam sebagai sistem kehidupan telah terbukti mampu menjalankan sistem ekonomi Islam berabad-abad lamanya. Kesejahteraan terwujud dalam naungan khilafah ar Rosyidah. Termasuk dahulu pun khilafah mampu menyelesaikan permasalahan wabah. Dengan pembiayaan logistik maupun medis semua ditanggung oleh negara.

Satu sistem pembiayaan keuangan negara dalam Islam yakni Baitul Mal. Di dalam Baitul Mal ada tiga pos pemasukan negara yang hasilnya besar tanpa menambah hutang dan tanpa menarik menarik pajak. Tiga pos tersebut antara lain:

  1. Pos pengelolaan kepemilikan umum. Syari’at Islam mengatur bahwa Sumber daya alam yang melimpah yang diciptakan Allah di muka bumi ini, termasuk apa saja yang ada dalam perut bumi merupakan harta kepemilikan umum. Tidak boleh dimiliki  negara, sehingga negara tidak boleh memprivatisasi, dan tidak boleh memberikan konsesi (izin untuk membuka tambang, menebang hutan, dan sebagainya) kepada negara lain. Deposit yang melimpah ruah itu menjadi tanggung jawab negara untuk mengelolanya saja. Dan hasil dari pos tersebut kembali ke masyarakat. Bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk memenuhi masalah kesehatan, pendidikan, fasilitas umum dan lain sebagainya.
  • Pos kepemilikan negara. Adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh negara dan negara berhak memindahkan kepemilikan tersebut kepada individu ataupun kelompok masyarakat. Inilah sesungguhnya yang membedakan dengan kepemilikan umum. Yang termasuk kepemilikan negara antara lain: padang pasir, gunung, pantai, tanah mati yang tidak ada pemiliknya, tanah endapan sungai dan lain sebagainya.
  • Pos pengelolaan zakat mal. Pos pengelolaan zakat ini adalah pos yang spesial dalam pengelolaannya, karena sudah ditetapkan oleh syara’ ketentuannya. Bahwa zakat itu hanya diperuntukkan bagi delapan asnaf. Yakni fakir, miskin, amil, mualaf, ghorim (orang yang punya hutang dan tidak mampu melunasinya), mualaf, ibnu sabil dan jihad fii sabillah. Oleh karena itu dana dari zakat tidak boleh dialokasikan kepada selain delapan asnaf tersebut, apalagi untuk infrastruktur, jelas tidak boleh.
Baca Juga:  Sayangkan Sikap Cuek Generasi Muda, Said Didu: Debat Utang Negara Bukan Untuk Kepentingan Pelaku Debat !

Dengan pengeloaan keuangan negara berdasarkan Syari’ah Islam, maka negara akan mampu mandiri dan berlepas diri dari ketergantungan terhadap utang luar negeri. Bahkan Allah swt akan melimpahkan keberkahan baik dari langit maupun dari bumi. Sementara Surat utang berupa obligasi jelas -jelas mengandung ribawi. Yang justru semakin menjauhkan diri dari keberkahan llahi Robbi.

Sebagimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya,” Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (TQS. Al A’raf [7]: 96).

Wallahu ‘alam Bishshawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan